Field Report: Fusion Music Festival 2011 - Getaran Yang Tak Befusi

Sebuah gelaran festival musik terbesar di Bogor baru saja diselenggarakan pada tanggal 2-3 Juli lalu dengan mengambil tema "When All The Vibes Meet". Gelaran bertajuk Fusion Music Festival 2011 ini mengambil tempat di Sportclub Bogor Lakeside dengan menghadirkan penampil-penampil seperti Bonita, Raisa, /rif, Souljah, Mocca, serta band-band lokal Bogor yang sudah cukup dikenal. Secara pribadi saya memiliki ekspektasi yang tinggi terhadap acara yang diadakan 2 hari ini, bagaimana tidak, dengan didukung oleh 3 panggung terpisah pada 2 area serta tata suara yang apik dan nama-nama besar yang dipasang seharusnya sudah menjadi suatu jaminan akan kesuksesan acara ini. Namun sepertinya saya harus kecewa dan mengubur ekspektasi berlebih (walaupun tidak terlalu dalam).

Hari Ke-1: Hanya Loe Toe Ye
Hari pertama saya datang pukul 13.30 WIB bersama dengan kru Hujan! Radio lainnya dan bergegas menuju area Main Stage untuk mempersiapkan alat-alat keperluan live streaming. Dua panggung besar yang berjejer langsung terlihat pandangan ketika saya dan kru Hujan! Radio memasuki area tennis court, Main Stage A dan Main Stage B. Setelah menyimpan alat, saya menyempatkan berkeliling sejenak melihat-lihat area Sportclub Bogor Lakeside, karena jujur saja ini kali pertama bagi saya menginjakkan kaki di tempat tersebut. Setelah menaiki tangga akhirnya saya mengetahui letak panggung berikutnya yang berada di Ballroom, sebuah panggung pendek yang cukup lebar dengan tirai berwarna coklat muda sebagai latarnya, tampak terlihat elegan disorot oleh tata cahaya yang berpendar warna-warni. Setelah berkeliling, saya bergegas kembali menuju area tennis court untuk mengecek kesiapan live streaming.
Acara pada hari pertama dimulai pukul 15.00 WIB dengan penampilan dari Soundshine di Main Stage B serta Freeplay di Ballroom Stage, saya masih memilih untuk tetap bertahan di tennis court menunggu Daylight yang akan tampil di Main Stage A setelah Soundshine. Daylight memulai setnya minus interaksi pada pukul 16.00 WIB, mungkin kebingungan akan meyapa siapa karena tennis court masih tampak lengang walaupun terlihat beberapa remaja tanggung mulai berdatangan masuk lalu keluar kembali untuk kemudian berteduh di sekitar kolam renang. Matahari sore itu memang sangat terik menyengat kulit, kabar bagus karena berarti hujan akan malu untuk turun. Ketika Daylight memulai intro "Song2" milik Blur saya memilih menuju Ballroom Stage untuk melihat keadaan disana. Begitu sampai, terlihat Tinkerbell sedang memainkan single barunya yang berjudul "Tentukan Pilihan", saya tahu Tinkerbell ketika sempat satu gigs dengan mereka medio 2006 lalu di parkit dejavu, performa live mereka yang rapih dan liar serta hook-hook lagu yang catchy merupakan jawaban akan musik pop-punk dengan synth yang semakin overrated saat ini, sempat terlintas sebuah kalimat di pkiran saya "Harusnya mereka yang naik daun, bukan Pewee Gaskins".

Setelah puas menonton Tinkerbell walaupun hanya 2 lagu, saya berlari menuju tennis court karena The Safari akan segera memulai setnya. Tampil minus sang gitaris Norman yang masih tergolek sakit (Posisi Norman digantikan sementara oleh Popie Airil eks-Duet Maoets) membuat performa The Safari tidak terlalu memukau. Penampilan The Safari dimulai dengan "Tentara Cinta", sebuah lagu lawas yang termakhtub di kompilasi "Provoke! The End". Beberapa kali guyonan terlontar dari mulut sang vokalis Edo Wallad. Sore itu The Safari juga membawakan sebuah lagu dari Dead Kennedy's yang tentunya diaransemen ulang menjadi musik post-punk khas mereka, walaupun sempat beberapa kali kabel mic Edo bermasalah.

Selepas Maghrib, terlihat gerombolan penonton yang kebanyakan remaja memasuki area tennis court, tidak banyak memang, tapi lebih baik dari kondisi lengang yang bertahan sedari sore. Tampaknya penonton yang bergerombol masuk tersebut memang menunggu salah satu headliners di hari pertama, yaitu RAN. Saya sempat kaget karena di jadwal yang tertulis seharusnya RAN main pukul 21.00 dan ternyata Penampilan RAN dimulai sekitar pukul 19.00 WIB, setelah set alat yang cukup memakan waktu. Penampilan RAN yang rapih dengan aksi panggung atraktif dan komunikatif tampak melenakan penonton yang ikut bernyanyi disetiap lagu yang mereka bawakan. Beberapa remaja perempuan terdengar berteriak memanggil nama-nama personilnya disetiap jeda lagu. Suatu sambutan yang tidak mengherankan untuk band sekelas RAN.
Kelar menonton RAN, saya berpindah kembali menuju Ballroom Stage untuk menonton penampilan Eyeliner. Atmosfir gelap terlihat ketika saya memasuki Ballroom, dari kejauhan terlihat frontman mereka Do sedang berjoget dibawah stage dengan gaya khasnya. Eyeliner tampil minus 2 orang gitaris mereka, tetapi justru saya merasa ini merupakan penampilan Eyeliner yang paling maksimal diantara live performance mereka ditempat lain yang sempat saya tonton. Tampaknya aura kehilangan yang pekat menjadikan 2 orang personil asli yaitu Do dan Levi menumpahkan segenap gairahnya kali ini.

Di Main Stage A terdengar alunan musik ska-punk, pertanda Not For Child telah memulai penampilannya yang kemudian dilanjut oleh Sevensoul di Main Stage B. Walaupun /rif dan RAN dipasang menjadi headliners di hari pertama, tapi tampaknya Sevensoul berhasil stealing the thunder from them!. Penampilan mereka yang komunikatif disertai guyonan dan lagu-lagu cover yang mereka bawakan berhasil mencuri perhatian penonton dan sing a long pun tak tertahankan. Mereka tetap tampil maksimal walaupun penonton yang hadir tidak terlalu banyak, hal tersebut didukung oleh kolaborasi yang mereka lakukan dengan paduan suara Gereja serta Bepe dan Mei dari band Rock'n Roll The Jaka Sembung, top notch!.
Pukul 22.00 WIB setelah penampilan dari Cause, akhirnya /rif membuka dan menutup penampilannya dengan membawakan "Loe Toe Ye", walaupun pada pertengahan lagu mereka sempat menyelipkan "No Woman No Cry" milik Bob Marley tapi tampaknya hal tersebut tidak terlalu menolong mood sebagian besar penoton yang terlanjur kecewa karena mendengar kabar bahwa izin manggung /rif ditahan oleh pihak kepolisian yang akhirnya memaksa mereka hanya membawakan satu buah lagu. Semburan dari Andi menandai usainya penampilan /rif, meninggalkan penonton yang berteriak "We want more", anti klimaks.
Hari-2: Getaran Yang Tak Berfusi
Seperti hari pertama, area tennis court menjadi pilihan utama saya hari ini. Saya baru datang di venue sekitar pukul 15.00 dan melewatkan penampilan Flavacious MAX di Main Stage B serta Kuas Cielo di Ballroom Stage. Hari kedua saya mulai dengan menonton penampilan dari JelangUAN di Main Stage A. Penampilan mereka sangat menghibur dengan membawakan parodi dari lagu-lagu populer yang ditabrakkan dengan lagu soundtrack anime dan hal tersebut berhasil memancing decak tawa dari para penonton, termasuk saya.

Sambil duduk membeli air mineral saya menyempatkan diri membuka twitter melaui telepon genggam dan mendapatkan kabar tidak mengembirakan dari akun twitter resmi Fusion Music. Panitia mengabarkan bahwa Glenn Fredly dan Music For Sale yang seharusnya menjadi Headliners hari kedua membatalkan penampilannya di Fusion Music Festival dikarenakan pihak sponsor yang tidak bisa mengakomodir kebutuhan Fusion Pro (Event Organizer penyelenggara Fusion Music). Kekecewaan sempat terlontar dari mulut beberapa penonton yang kebetulan sedang duduk di sebelah saya, mereka mengeluh karena telah membeli tiket 2 hari dan tidak bisa menonton penampilan Glenn Fredly, sedangkan yang menjadi salah satu alasan mereka membeli tiket 2 hari adalah menunggu penampilan dari Glenn Fredly. Yeah, but the show must go on and Fusion Music still got Souljah and Mocca.

Souljah yang menjadi salah satu headliners hari kedua membuka setnya dengan "Vino On C" dan berhasil membujuk penonton untuk maju ke depan stage. Berturut-turut tembang-tembang seperti "Ku Ingin Kau Mati Saja", "Bersamamu", "Hanya Ingin Pulang", dan "Bagaimana Caranya" dilontarkan, tak memberikan kesempatan sedikit pun bagi penonton untuk mengambil nafas. Penampilan Souljah dipotong ketika mendekati waktu Maghrib untuk menghormati para muslim yang akan melaksanakan Sholat. Selepas Maghrib, Souljah melanjutkan kembali penampilan mereka dengan tembang "I'm Free", di lagu ini para personil Souljah mulai bergoyang kompak dengan koreografi yang sepertinya telah dipersiapkan. Setelah menonton Souljah saya berlari menuju Ballroom Stage untuk menonton penampilan dari band triphop lokal yang menurut beberapa orang seperti Bjork versi ranah sunda, Monochromatic. Dita sang vokalis seperti biasa tampil bertelanjang kaki di lagu-lagu terakhir, selain itu tidak ada yang spesial dari penampilan mereka, datar. Sangat disayangkan, padahal materi lagu mereka menarik untuk didengarkan. Sepertinya Domo CS harus mulai mencari konsep baru untuk live performance mereka.
Boyz II Boys memulai setnya di Main Stage A tepat ketika gerimis mulai turun, berkolaborasi dengan Indonesian Beatbox mereka menampilkan musik pop yang sedikit dibumbui jazz dan R&B. Di Main Stage B tampak beberapa kru Mocca sedang mempersiapkan keperluan performance mereka, saya sempat berkenalan dengan sound-engineer mereka yang ternyata seorang ekspatriat berkebangsaan Inggris bernama Josh. Pria setengah baya yang sangat ramah dan fasih berbahasa Indonesia. Josh juga sempat bercerita tentang beberapa proyek rekaman telah dan sedang ia kerjakan.

Akhirnya pemuncak acara hari kedua yang ditunggu oleh para penonton pun memulai setnya. Mocca yang tampil maksimal sangat komunikatif berinteraksi dengan penonton. "Saya salut sama kalian yang rela hujan-hujanan menonton kami, kalian boleh request", mendengar celotehan Arina yang seperti mempersilakan, para penonton pun mulai berteriak merequest lagu-lagu Mocca favorit mereka, sayang saya tidak bisa menonton dari dekat karena area F.O.H mulai banjir dan saya bersama kru Hujan! Radio harus menset ulang kabel agar tidak tersiram hujan. Ini merupakan show terakhir Mocca di Bogor sebelum akhirnya mereka menuntaskan tugasnya dengan menggelar Last Show di Jakarta dan setelah itu vakum. Bahkan Tiket Last Show mereka sudah sold-out jauh sebelum hari H. Maka tak heran jika antusiasme penonton Fusion Music terhadap mereka sangat tinggi. Mocca mengakhir penampilan mereka dengan membawakan lagu "Lucky Me".
Extra Large yang dipasang sebagai penutup gelaran Fusion Music kemudian melanjutkan keriaan yang telah dibangun Mocca di Main Stage A, walaupun beberapa penonton terlihat berangsur-angsur keluar area tennis court, mungkin karena basah kehujanan. Saya pun hanya sempat menikmati lagu pertama yang mereka bawakan dan mulai bersiap membereskan perlengkapan untuk kemudian pulang. Badan mulai mengigil karena kebasahan. Sambil lalu menghisap rokok terakhir, di pintu keluar saya sempat mendengar komplain penonton yang mempertanyakan Glenn Fredly.

Memang jumlah penonton di hari kedua lebih baik dari hari pertama yang terlalu lengang. Bahkan bisa dibilang jumlah penonton yang datang di hari pertama lebih sedikit dibandingkan jumlah panitia yang ada. Mungkin hal ini disebabkan harga tiket yang sudah diturunkan. Tapi tampaknya strategi tersebut tidak terlalu berhasil memancing masyarakat JABODETABEK untuk datang ke Fusion Music Festival 2011. Hal ini dapat terlihat dari kelengangan yang masih terasa. Fusion Music secara keseluruhan bertaburkan banyak band pop-jazz sebagai performer yang tampaknya terlalu mendominasi sehingga membuat saya sedikit jenuh mengikuti alur acara. Untung saja hal ini tertolong oleh penampilan band-band seperti Not For Child, Sevensoul, Souljah, Mocca, Monochromatic, dan mySecretIdentity. Walau mengambil tema "When All The Vibes Meet", tapi tampaknya getaran yang berusaha diciptakan oleh Fusion Music tidak terlalu kuat untuk berhasil memfusikan jenis musik yang ditampilkan serta membangkitkan antusiasme para pencinta musik untuk datang dan menikmati festival ini.

Teks oleh: Gilang Nugraha
Foto oleh: Mikhail Teguh Pribadi

» Read More...

Fun House: Hurricane Alley | Sabtu, 23 Juli 2011 | Harlys Resto and Bar Bogor

» Read More...

Out Now: pewee in the garage – trOIs et MOIs

Kamar tidur adalah sebuah batas. Batas antara dua buah ruang. Antar publik dengan privat. Dalam langgam arsitektur Jawa, kamar menempati bagian paling dalam. Bagian yang tak sembarang tamu bisa menyelinap masuk. Saking privatnya, bahkan dibuatkan semacam sekat khusus untuk menghindari tamu nakal main selonong. Bagian yang disebut dalem ageng tadi merupakan kamar tidur si empunya rumah serta sebuah bilik tempat pemujaan kepada Dewi Sri. Pun begitu dengan rumah adat Sunda. Ada garis batas bernama pangkeng antara teritori tamu dengan wilayah kekuasaan tuan rumah. Area dalam pangkeng merupakan kamar tidur bagi seluruh penghuni rumah. Maka tidak heran jika kamar merupakan bagian yang paling intim. Kepribadian seseorang bisa dilihat dari bagaimana kamar tidurnya serta apa yang mengisinya. Bagi saya pribadi, kamar merupakan bagian rumah dimana saya menjadi diri yang paling “saya”. Di kamar, setelah menutup rapat pintu, saya bebas melakukan apapun, dari yang baik sampai yang masuk kategori vivere peri closo, menyerempet bahaya. Namun semuanya berubah ketika kaki melangkah keluar. Saya dihadapkan pada berbagai macam aturan, kesepakatan, serta negosiasi dalam unit keluarga yang sedikit banyak “membatasi” ruang gerak saya. Maka saat Liam Gallagher berteriak , “So I’ll start a revolution from my bed”, saya mengamini. Imajinasi, angan, juga keliaran akhirnya menemukan ruang yang sepadan bernama kamar tidur.

Boleh jadi karena kamar tidur pula Pewee In The Garage bisa bebas menjelajahi tiap jengkal pengembaraan musikal. Sebentar, mungkin anda agak terganggu dengan namanya. Tak apa, saya pun merasakan juga. Tapi tampik saja soal nama tadi. Dengan embel-embel bedroom musician, proyek solo dari perempuan yang ingin dirahasiakan sosoknya (maklum, sedang di kamar) ini enak saja melempar kita dari latar yang satu ke latar yang lain. Saya dengarkan track berjudul Orasi Bisu. Saya seperti digiring masuk dalam pusaran waktu peralihan kehidupan sosial politik tahun pasca Orde Lama ketika situasi seperti dalam film horor. Batas antara kawan dan lawan menjadi abu-abu. Tak ada yang bisa memastikan apakah hari esok masih bisa melihat matahari terbit. “Coba geser mimbarmu biar terlihat mayat-mayatnya yang kau panggil teman sebelum cuci tangan dengan darah mereka…”. Kawan sepadan untuk Tantang Tirani-nya Tika and The Dissidents. Tapi sejurus kemudian saat pemutar musik digital saya berganti ke track berjudul Amor, saya seperti dibawa ke prom night SMA zaman mutakhir. Penuh remaja-remaja tanggung berhahahi. Lampu disko berputar tiada henti. Sementara diam-diam ada yang ingin mengutarakan hasrat terpendam selama tiga tahun hampir busuk dipendam.

Sisanya lebih baik didengarkan sendiri. Imajinasi anda terlalu berharga untuk tunduk dari tulisan sok tahu ini. Namun saya ingin menggarisbawahi. Apa yang dilakukan oleh Pewee In The Garage adalah sebuah penghargaan setimpal untuk sebuah ruang sakral bernama kamar. Jauh lebih bernilai ketimbang dua remaja putri yang bernyanyi palsu sambil melakukan gerakan aneh di depan webcam. -Fakhri Zakaria


Cat: Hujan020
Artist: pewee in the garage
Title: trOIs et MOIs 
Type: EP
Published by Hujan! Rekords, 17 Juli 2011.


TRACK LIST:
1. Hujan Nada (Feat. Asyraful Umam)
2. Close to You (Feat. Xamido)
3. Sinopsis
4. Berbeda Warna (Feat. Nartzco)
5. Sick & Insane
6. Letting Go (Feat. Reza Fantasy)
7. Amor (Feat. Xamido)
8. Orasi Bisu (Feat. Rivelrino)


LINK UNDUH:

» Read More...

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...